Son Supu
(Administrasi dan kebijakan kesehatan)
1/02/2013
cerita diawal tahun 2013
awal tahun baru sih mungkin bagi z menyedihkan sekali, kenapa bisa sepeti itu ?? karena diawal tahun baru 2013 unaaha diguyur hujan yang cukup deras.. namun asih gunannya mengeluh,, karena ada yang menyebutnya bahwasanya hujan itu merupakan hidayah yang besar dari tuhan..hehehehe,, jadi terima aja apa yang tuhan telah berikan..... tahun baru huajan2 itu kami teman2 merayakannya mungkin tidak semewah perayaan teman2 yang lain,, tapi sih menurut z sih kebersamaan ma teman2 saja itu sudah saya sykuri ...hehehe,, kami hanya duduk sambil menikmati sarabba dan ibu goreng buatan tentangga saya... walaupun sarabbabya sih sudah dinggin namun karena kebersamman bersama teman2 sarabba yang dingin tadi rasanya menjadi hangat lagi..hehehe,. (bisanya)........ tidak dirasa kami duduk snampai jam 3 pagi... keesokkan harinya kami teman2 dari 76 kommunity langsung menuju suatu permandian yang ada dikonawe nama permandian itu BATU GONG...hehehehe... seru banget lahhhhh... dan rame banggett.. tapi jujur nah,, dingin sekali disana..hehehe LOGAT TOLAKI LAGI....... bemana bisa sudah mandi air laut turun v lagi hujan hahahahahahahaha................ sduah minah... z nda tau mau tulis apa lagi........... WASSALAM
12/26/2012
PERILAKU KRIMINAL DITINJAU DARI ASPEK PSIKOLOGIS PELAKU
Pendahuluan
Hampir setiap hari koran
maupun telivisi memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa
masyarakat. Bentuknya beragam. Ada perampokan, pemerasan,
perampasan, penjambretan, pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan,
dan kata lain yang mengandung unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap
fisik ataupun harta benda korban.
Kriminalitas berasal dari kata “crimen”
yang berarti kejahatan. Berbagai sarjana telah berusaha memberikan pengertian
kejahatan secara yuridis berarti segala tingkah laku manusia yang dapat
dipidana ,yang diatur dalam hukum pidana.
Banyak sudut pandang
yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan kriminal yang ada.
Pada kesempatan ini saya mencoba dari sisi psikologis pelakunya. Sudut
pandang ini tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan
semata-mata hanya sebagai penjelasan.
Ragam Pendekatan Teori Psikologis Perilaku
Kriminalitas
Penjelasan tentang
perilaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli dari berbagai latar
belakang sejak sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh
folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari
berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya
yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan
beberapa padangan tentang perilaku kriminal.
A. Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian
Pendekatan tipologi ini
memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan
perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan
Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan
antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe
jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm berupada sistem digestif
(pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari
tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang
seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya
imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. William Shldon (1949)
, dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe, yaitu :
a.
Endomorf: Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people,
menyenangkan dan sociabal.
b.
Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,
vigorous, and bold.
c.
Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik
(well developed brain), Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe
mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal. Berdasarkan
dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang
didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah
satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala
pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak
menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok
misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan
wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali
metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu,
yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah
ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu
disimpulkan.
B. Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian
Pendekatan ini
menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain kepribadian tertentu
berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal.
Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes
kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang
melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan
kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal.
Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah
kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat
kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk
memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat
di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli.
Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya
satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa
diprofilkan secara bersama-sama.
C. Pendekatan Psikoanalisis
Freud melihat bahwa
perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan
oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip
kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya
Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil,
perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri
seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang
tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan
belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.
Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan
kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan,
sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman
dari bapaknya. Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas
kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas
dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
D. Pendekatan Teori Belajar Sosial
Teori ini dimotori oleh
Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan
penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang)
merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain.
Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa
dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara
observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung (melalui vicarious reinforcement)Tampaknya metode ini yang
paling berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku
manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.
E. Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan ini
menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbda dengan orang
“normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya
kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau
penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola
berpikir lebih pentinfg daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam
menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal
seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan
orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa
pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan
konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab.
Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Faktor Penyebab Perilaku Kriminalitas
Banyak ahli yang telah
memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal.
Faktor penyebabnya antara lain :
- Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
- Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)
- Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an)
- Atavistic trait atau Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal ( Cesare Lombroso, 1835-1909)
- Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)
Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas
semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Tetapi terdapat dua teori
yang yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku kriminal, yaitu
- Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level of aspiration. Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku apabila sukses dikurangi probabilitas subjektif kalau gagal. Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti berikut:
V = (Vsu X SPsu) – (Vf X SPf)
Dimana: V = valensi = tingkat
aspirasi seseorang su = succed = suksesf = failure
= gagalSP = subjective probability
Teori di atas, tampaknya cocok untuk
menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan. Karena dalam rumus di
atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih dalam akankah
seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.
- Teori kedua yaitu perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Mengapa model perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana? Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat. Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.
Hubungan Kejahatan dan Proses Kriminalisasi
Hubungan antara kejahatan dan proses
kriminalisasi secara umum dijelaskan dalam konsep “penyimpangan” ( deviance )
dan reaksi sosial. Kejahatan dipandang sebagai bagian dari “penyimpangan
sosial” dengan arti tindakan yang bersangkutan “berbeda” dengan tindakan orang
pada umumnya dan terhadap tindakan menyimpang ini diberlakukan reaksi yang
negatif dari masyarakat.
Menurut pendekatan “konflik” orang
berbeda karena kekuasaan yang dimilikinya dalam perbuatan dan bekerjanya hukum.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan yang lebih
besar dan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam mendifinisikan kejahatan adalah
sebagai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri.
Secara umum kejahatan sebagai kebalikan dari kekuasaan; semakin besar kekuasaan
seseorang atau sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan
kejahatan dan demikian juga sebaliknya.
Orientasi sosio-psikologis teori ini
pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan kepribadian dan konsep
“proses sosial” dari perilaku kolektif.
Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus menerus berlaku uintuk terlibat dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya merupakan bagian dan produk dari kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif.
Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus menerus berlaku uintuk terlibat dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya merupakan bagian dan produk dari kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif.
Dalam perkembangan lebih lanjut
aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama
yaitu; (1) bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari
kepentingan rulling class (2) kejahatan merupakan akibat dari proses produksi
dalam masyarakat, dan (3) hukumj pidana dibuat untuk mencapai kepentingan
ekonomi dari rulling class.
Hukum pidana dilihat sebagai ilmu
kemasyarakatan tidak terlepas dari sebab-sebab dari kejahatan (Kriminology).
Didalam Etiology terdapat beberapa aliran (mazhab=sekolah) tentang sebab-sebab
kejahatan antara lain.
1. Aliran
Biologi-Kriminal (mazhab Italia), penganjurnya adalah DR. C. Lombrosso
yang menyimpulkan bahwa memang ada orang jahat dari sejak lahir dan tiap
penjahat mempunyai banyak sekali sifat yang menyimpang dari orang-orang biasa.
2. Aliran
Sosiologi-Kriminil (mazhab Prancis), penganjurnya A.Lacassagne, aliran ini
menolak aliran diatas dengan mengeluarkan pendapat bahwa seseorang pada
dasarnya tidak jahat, ia akan berbuat jahat disebabkan karena susunan, corak
dan sifat masyarakat dimana penjahat itu hidup.
3. Aliran
Bio-Sosiologis, penganjurnya adalah E. Feri, aliran ini merupakan sintesa dari
kedua aliran diatas yang menyimpulkan kejahatan itu adalah hasil dari
factor-faktor individual dan sosial.
Hubungan Kriminalitas dengan Berbagai Gejala di
Masyarakat
a. Kriminalitas
dan jenis kelamin
Berbagai Negara pada tahun 1930-an
menunjukkan prosentase wanita yang dijatuhi hukuman pidana berkisar antara
5-12% dan di beberapa Negara lain yang tinggi prosentasenya berada diantara
15-25,5%. Untuk Indonesia dapat dilihat pada statistic narapidana dan tahanan tahun
1971-1976 menunjuk angka 2-3%. Angka tersebut merupakan keseluruhan, dan kalu
diperinci ke dalam bermacam-macam delik tertentu, mungkin terrdapat angka yang
cukup tinggi pada wanita karena sifat khusus dari deliknya, misalnya abortus.
Telah banyak penjelasan mengenai
kenyataan ini diberikan, dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori :
1.
Sebenarnya kriminalitas yang dilakukan oleh wanita
lenih tinggi dari yang ada nilai angka statistik yang dikemukakan HURWITZ bahwa
prostitusi harus pula dihitung sebagai kriminalitas, dengan demikian maka angka
kriminalitas wanita pasti akan meningkat, tetapi kiranya hal ini tidak adil
kalau tidak juga mengikutsertakan pria yang terlibat. Mengapa pula hanya WTS
(wanita tuna susila) yang harus dituntu tanpa melibatkan PTSnya (pria tuna
susila).
2.
Kondisi lingkungan bagi wanita ditinjau dari segi
kriminologi lebih menguntungkan daripada kondisi bagi pria. Perkawinan
merupakan faktor anti irinogen, yang menjadi perdebatan para ahli dan juga
wanita dibandingka pria, angka partisipasinya dalam masyarakat lebih rendah.
3.
Sifat wanita sendiri membawa pengaruh rendahnya angka
kriminalitas
Faktor fisik yang lemah kurang cocok untuk delik-delik agresi, kecuali delik agresi yang dilakukan dengan kata-kata, senjata, peracunan dan sebagainya. Faktor psikis menurut HEYMANS wanita mempunyai variasi yang lebih sempit dalam hal ciri-ciri psikis daripada pria, sehingga baik pada sisi ekstern dari variasi tersebut yang baik maupun buruk jarang terdapat pada wanita.
Faktor fisik yang lemah kurang cocok untuk delik-delik agresi, kecuali delik agresi yang dilakukan dengan kata-kata, senjata, peracunan dan sebagainya. Faktor psikis menurut HEYMANS wanita mempunyai variasi yang lebih sempit dalam hal ciri-ciri psikis daripada pria, sehingga baik pada sisi ekstern dari variasi tersebut yang baik maupun buruk jarang terdapat pada wanita.
b. Kriminalitas
dan cacat tubuh
Mengenai cacat tubuh ini dapat
dibedakan antara yang diderita sejak kelahirannya (walaupun bukan sesuatu yang
diwarisi) dan yang diperoleh dalam perjalanan hidupnya, dan yang diperoleh
karena pengaruh luar, seperti kecelakaan dan sebagainya.
Dengan demikian, maka angka
statistik yang tercatat sulit untuk dapat dipercaya bilamana kita hendak
meneliti korelasi antara kriminalitas dengan cacat tubuh itu. Tetapi walaupun
demikian berdasarkan studi kasus dan studi secara mendalam dapat pula diperoleh
gambaran untuk hal itu. Ternyata seringkali cacat tubuh itu berdampingan dengan
penyimpangan psikis. Mungkin ini sebagai akibat dari faktor bakat, tetapi
mungkin juga terjadi justru karena pengaruh cacat tubuh maka timbul perubahan psikis.
Cacat tubuh yang mungkin merupakan
faktor kriminogen antara lain :
1.
Wajah
Penderitaan ini mungkin menimbulkan delik-delik ekonomis, dan khusus untuk pria delik seksual karena wajah jelek maka kesempatan untuk memilih pekerjaan menjadi lebih sempit. VON HENTIG mengatakan khususnya untuk wanita, maka karena wajah yang buruk, diperlukan lebih banyak uang untuk mempercantik diri yang dapat mengarah kepada delik ekonomis. Karena wajah jelek, maka tidak dapat menarik lawan jenisnya, karena wajah buruk dan mendapat hinaan atau tolakan, bisa menimbulkan delik seksual.
Penderitaan ini mungkin menimbulkan delik-delik ekonomis, dan khusus untuk pria delik seksual karena wajah jelek maka kesempatan untuk memilih pekerjaan menjadi lebih sempit. VON HENTIG mengatakan khususnya untuk wanita, maka karena wajah yang buruk, diperlukan lebih banyak uang untuk mempercantik diri yang dapat mengarah kepada delik ekonomis. Karena wajah jelek, maka tidak dapat menarik lawan jenisnya, karena wajah buruk dan mendapat hinaan atau tolakan, bisa menimbulkan delik seksual.
2.
Tuli
Untuk orang bisu tuli dapat diperkirakan bahwa pada awalnya mengurangi kesempatan timbulnya kriminalitas, yaitu pada waktu masih kecil dan disembunyikan oleh keluarganya, tetapi kemudian meningkatkan angka kriminalitas setelah dewasa.
Untuk orang bisu tuli dapat diperkirakan bahwa pada awalnya mengurangi kesempatan timbulnya kriminalitas, yaitu pada waktu masih kecil dan disembunyikan oleh keluarganya, tetapi kemudian meningkatkan angka kriminalitas setelah dewasa.
3.
Buta
Walaupun kemungkinan dorongan delik agresi besar, yaitu sebagai akibat rasa tersinggung dan sebagainya, tetapi pelaksanaannya menjumpai kesulitan. Untuk orang buta ini “kejahatan” yang dilakukan adalah pengemisan.
Walaupun kemungkinan dorongan delik agresi besar, yaitu sebagai akibat rasa tersinggung dan sebagainya, tetapi pelaksanaannya menjumpai kesulitan. Untuk orang buta ini “kejahatan” yang dilakukan adalah pengemisan.
c. Keluarga dan
hubungan keluarga
1. Situasi
keluarga
Keluarga merupakan kelompok terkecil
dan yang paling intensif dalam membentuk kebiasaan. Orang tua merupakan
kekuasaan yang besar sebagai sarana untuk memaksakan perilaku koniormistis bagi
anak-anaknya baik yang masih kecil maupun para remaja, sebelum memisahkan diri
sebagai keluarga sendiri. Pengaruh yang diterapkan di dalam keluarga adalah
melalui : asosiasi, asimilasi, imitasi dan juga paksaan.
2. Besarnya
keluarga
Anggota dari suatu keluarga yang
besar lebih banyak kemungkinannya untuk melakukan kriminalitas :
·
Keluarga yang besar pada umumnya menderita tekanan
ekonomi yang lebih besar daripada keluarga kecil
·
Anak-anak kurang mendapatkan waktu untuk memperoleh
perhatian dari orang tua
·
Kenakalan anak dari keluarga besar tidak banyak
perhatian baik orang tuanya maupun masyarakat sekelilingnya
·
Kemungkinan untuk berkonflik dengan lingkungan
tetangganya lebih besar, demikian pula orang tuanya. Kenakalan seorang anak
terhadap anak tetangganya dapat menimbulkan konflik antar tetangga.
Menurut NOACH, keluarga besar, baik
untuk orang tua maupun anak-anak merupakan faktor kriminogen. Tetapi anak
tunggal mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk menjadi kriminal.
Ø Menurut
perbandingan keluarga yang besar lebih banyak terdapat pada golongan rendah
daripada golongan atas
Ø Pada
golongan bawah, keluarga yang besar belum tentu merupakan hal yang memberatkan
secara ekonomis
Ø Karena
hubungan masyarakat gotong royong yang kuat
Ø Konflik-konflik
antar tetangga sebagai akibat kenakalan anak juga kurang
Ø Kriminalitas
dan umur
Pembagian umur berdasarkan angka
tahun kiranya kurang tepat, karena pertambahan tidak selalu sama dengan
kedewasaan lebih baik kalau pembagian itu berdasarkan stadium dalam kehidupan :
Ø Masa
kanak-kanak, masa remaja, tahun-tahun pertama sebagai orang dewasa
Ø Masa dewas
penuh, dan masa usia lanjut
e. Residivis
Dapat diperkirakan bahwa mereka yang
baru mulai untuk pertama kali menjadi kriminal pada usia dewasa,
kemungkinan-kemungkinannya menjadi residivis lebih kecil, karena :
a)
Waktu untuk melakukan kmbali kejahatan atau menjadi
residivis relatif pendek
b)
Pola watak pada masa dewasa telah mantap
c)
Kriminalitas yang dilakukan dan diketahui orang tidak
jarang hanya merupakan masalah kondisi yang kebetulan, dan bukannya kondisi
yang berulang
Kriminalitas sebagai Habbit dan Professional
Dengan berpangkal tolak pada
frekuensi, orang-orangnya dapat kita bagi menjadi:
1.
Mereka yang tidak melakukan perbutan kriminal
2.
Mereka yang hanya sekali melakukan perbuatan kriminal
3.
Mereka yang lebih dari sekali mlakukan perbuatan
kriminal
Dari ketiga kelompok pendirian itu,
selanjutnya hanya akan membicarakan kelompok yang ketiga, yaitu yang disebut
residivis.
SUTHERLAND mengatakan sebagai ciri
dari penjahat professional adalah : secara teratur setiap hari melakukan
persiapan dan pelaksanaan deliknya. Disamping itu SUTHERLAND mempersyaratkan :
mereka harus memiliki kemampuan teknik untuk melakukan delik tersebut,
memeliharanya dan meningkatkan kemampuan tersebut, juga ada keinginan untuk
menjadi terpandang di dalam lingkungan pada delinkuen, serta kemampuan
tekniknya ini.
Penjahat profesional adalah mereka
yang kegiatannya meliputi mempersiapkan dan melaksanakan perbuatan jahatnya.
Penjahat karena kebiasaan, disamping kegiatan mempersiapkan dan melaksanakan
delik ini juga masih ada kegiatan lainnya.
Meskipun secara teoritis dapat
dibuat pembedaan antara penjahat profesional dan penjahat kebiasaan, dalam
praktek sangatlah sulit untuk dilakukan pemisahannya. Hanya dengan studi kasus
dapat ditentukan apakah penuntutan dari tiap pelaku kejahatan bahwa ia mempunyai
suatu pekerjaan atau melakukan kegiatan yang tidak kriminal secara teratur
memang cocok dengan kenyataannya.
Untuk menjelaskan terjadinya pejahat
kebiasaan dan penjahat profesional, kita harus kembali pada peristiwa yang
terjadi sesudah dilakukannya perilaku kriminal oleh seorang di dalam
kehidupannya. Dari situ dapat dibedakan :
1. Perilaku
kriminal yang mengakibatkn reaksi dari lingkungannya dan ditujukan kepada
pelakunya. Reaksi ini kebanyakan dapat menunjukkan tingkatan yang berada
diantara sekedar celaan sampai pada ditolak oleh kelompoknya, walaupun tidak
perlu harus terjadi bahwa disamping reaksi kelompok ini juga merupakan reaksi
masyarakat dalam bentuk dibawa ke muka pengadilan.
2. Perilaku
kriminal yang tidak menimbulkan reaksi semacam itu
Dengan tidak adanya reaksi , maka oleh si pelaku tidak mengetahui bahwa ia telah melakukan perbuatan yang dilarang, atau mendapatkan keyakianan bahwa kelompok ataupun masyarakatnya tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan normanya.
Dengan tidak adanya reaksi , maka oleh si pelaku tidak mengetahui bahwa ia telah melakukan perbuatan yang dilarang, atau mendapatkan keyakianan bahwa kelompok ataupun masyarakatnya tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan normanya.
Disamping kelompok kriminal yang
umum, masih ada beberapa lagi yang kriminalitasnya dilakukan di dalam satu atau
beberapa daerah, yang terpenting diantaranya adalah ;
Ø Gerombolan
Yang dimaksud disini adalah kelompok individu yang bertindak dalam ikatan yang terorganisasi, yang perbuatannya keluar secara relative di dalam ruang lingkup kejahatan dan perilaku. Dan gerombolan ini paling tidak merupakan gekala yang terbatas di dalam zaman modern ini atau terbatas pada satu atau beberapa Negara.\
Yang dimaksud disini adalah kelompok individu yang bertindak dalam ikatan yang terorganisasi, yang perbuatannya keluar secara relative di dalam ruang lingkup kejahatan dan perilaku. Dan gerombolan ini paling tidak merupakan gekala yang terbatas di dalam zaman modern ini atau terbatas pada satu atau beberapa Negara.\
Ø Pelacuran
Mengikuti pendapat NORWOOD EAST kita dapat memberikan batasan prostitusi itu sebagai ; hubungan seksual tanpa pilih-pilih dengan mendapatkan pembayaran, ini mengandung arti :
Mengikuti pendapat NORWOOD EAST kita dapat memberikan batasan prostitusi itu sebagai ; hubungan seksual tanpa pilih-pilih dengan mendapatkan pembayaran, ini mengandung arti :
a)
Tanpa pilih-pilih individu yang sudah melacurkan diri
hanya dalam hal yang ekstrim saja mempunyai langganan tetap
b)
Hubungan seksual setiap perbuatan yang memuaskan nafsu
seksual
c)
Dengan pembayaran biasanya pembayaran material dan
bentuk uang
Cara Penanganan Perilaku Kriminalitas
Kriminalitas tidak bisa
dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui
tindakan-tindakan pencegahan.
a. HukumanSelama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk
membuat jera pelaku kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih
cocok untuk dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu
kondisi tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.
b. Penghilang Model melalui tayangan media masa itu ibarat dua sisi mata pisau
. Ditayangkan nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat tidak
bersiap-siap.
c. Membatasi Kesempatan Seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal
dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat
pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi
kesempatan untuk mencuri.
d. Jaga diri Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain
sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Cara-cara di atas memang tidak merupakan cara yang paling efektif, hanya
saja akan tepat bila diterapkan kasus perkasus.
Langganan:
Postingan (Atom)